Keluarga merupakan institusi pertama yang dikenal oleh seorang anak. Maka dari itu, dalam keluarga biasanya seorang ibu memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat besar. Tidak banyak orang yang menyadari bahwa mental seorang ibu sangatlah penting dalam kaitannya dengan membangun sebuah keluarga.
Tanggung jawab yang besar dan aspek lainnya dalam hidup dapat menjadi sumber stress tersendiri, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak dan dinamika keluarga. Maka dari itu, Aurum Lab dalam segmen talk show “Her Space” berkesempatan untuk berbincang bersama Jennyfer, M.Psi, seorang psikolog klinis remaja dan dewasa, mengenai kesehatan mental dan pentingnya kesehatan mental pada perempuan dalam membentuk psikologi keluarga.
Mental health atau kesehatan mental akhir-akhir ini menjadi suatu hal yang mulai dipentingkan. Kesehatan mental merupakan suatu hal yang sangat abstrak. Berbeda dengan kesehatan fisik yang dapat dengan mudah dilihat, kondisi mental sulit untuk dilihat. Butuh tenaga profesional untuk benar-benar memahami kesehatan mental seseorang.
Banyak faktor dan segala jenis aspek yang mempengaruhi kesehatan mental kita. Terlebih di masa pandemi ini yang membuat mental setiap individu up and down. “Kita mulai beradaptasi dengan hal yang tidak menyenangkan tapi mau tidak mau kita harus beradaptasi.” jelas Jennyfer.
Tentu saja merubah kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting. Namun masih banyak orang yang tidak mengetahui cara untuk menjaga kesehatan mentalnya agar tetap diambang normal. Ada beberapa hal yang dapat mengindikasikan jika mental seseorang sudah mulai memburuk. “Mood, fokus, kondisi fisik, motivasi. Jadi kurang motivasi, berasa hampa, gak semangat”.
Menurut Jennyfer, psikologis sebuah keluarga sangatlah rumit dan butuh peran dari semua individu dan perlu kerjasama didalamnya untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan sehat secara mental. Seperti misalnya hubungan suami dan istri dan hubungan orang tua dan anak.
Banyak yang tidak sadar bahwa sangatlah penting untuk menjaga psikologis sebuah keluarga. “Dari satu individu bisa berpengaruh ke individu lain. Misalnya ibu unstable emotionally dan sering melampiaskan amarah ke anak. Anak jadi ter-influence, jadi tempramental, jadi takut. Saat melampiaskan amarah ke anak, anak bisa melampiaskannya ke hal lain seperti barang atau teman. Jadi sangat berhubungan” tuturnya.
Tidak hanya hubungan antara orang tua dan anak, namun hubungan antara kedua orang tua juga sangatlah berpengaruh terhadap kestabilan kesehatan mental sebuah keluarga. Seperti misalnya jika seorang istri merasa tidak di support oleh suami, merasa tidak aman, atau suami yang kasar. Semua hal tersebut bisa mengganggu kesehatan mental yang menyebabkan emosi menjadi tidak stabil. Penting untuk setiap individu dalam keluarga untuk mementingkan kesehatan psikologis keluarganya karena semua hal tersebut seperti rantai yang saling terhubung.
Tumbuh kembang seorang anak bisa dipengaruhi bukan hanya cara didik tapi dari kesehatan mental kedua orang tua. “Anak bisa berpikir, bisa melihat, dia bisa menganalisa dan berasumsi. Jika melihat orang tua seperti itu, anak bisa me-modeling, bisa ngikutin cara orang tua” jelas Jennyfer. Maka dari itu, dirinya menyarankan kepada para orang tua untuk berhati-hati bersikap di depan anak. Karena jika orang tua sering bertengkar, seorang anak bisa menganggap bahwa berteriak atau kekerasan merupakan hal yang biasa atau normal.
Jennyfer menjelaskan hal pertama yang harus dilakukan agar mental yang dipancarkan di depan anak bisa membentuk pola asuh yg baik adalah dengan mengenali diri kita sendiri. “Gimana kita bisa mengenal anak jika kita tidak mengenali diri sendiri? Gimana bisa membimbing, mengayomi anak kalau tidak bisa membimbing diri sendiri atau mengontrol diri? Maka dari itu kenali diri sendiri. Kamu orang seperti apa, mau jadi ibu yang seperti apa emosi yang paling sering muncul apa dan gimana cara mengontrolnya?”
Setelah kita bisa mengontrol diri sendiri, barulah kita bisa mendidik anak untuk bisa lebih berfikir jernih. “Aku sering temui, ibu itu terlalu berkorban. Terlalu memikirkan keluarga, suami, anak, sampai lupa dengan diri sendiri. Gak ada waktu dengan diri sendiri” jelasnya. Maka dari itu, menurut Jennyfer harus ada time management dan teamwork yang baik antara suami dan istri untuk menyiapkan rumah sebagai tempat yang aman.
“Ada suami yang tidak suportif, anak menjadi urusan perempuan, suami hanya kerja saja. Harus set boundaries dengan diri sendiri. Kalau misal butuh bantuan, butuh me time, minta bantuan sama orang lain. Gak masalah, bukan berarti kamu ibu yang gagal.” ucap Jennyfer. Sebagian besar perempuan menempatkan kesehatan diri mereka baik itu kesehatan fisik maupun mental di urutan dua terbawah dari lima prioritas hidup, yang mana mereka lebih berkonsentrasi kepada kesehatan dan kesejahteraan anggota keluarga.
Sering sekali seorang ibu merasa gagal ketika dirinya tidak selalu ada untuk anak. Padahal, kesehatan mental seorang ibu sangatlah penting. Penting bagi seorang ibu untuk mempunyai waktu bagi dirinya sendiri. Karenanya, seorang ibu memerlukan self appreciation untuk selalu bahagia secara emosional.
Video wawancara dengan Jennyfer, M.Psi dapat ditonton di IGTV Aurum Lab disini